It's a review on Crichton's posthumous novel "Micro", at the time it was the only book on my reading list that I finished.. well along with the Game of Thrones series..
Here goes..
Micro - Michael Crichton
Diskon seringkali menjadi alasan yang kuat untuk membeli sebuah buku. Begitu kuatnya sampai sering mengalahkan tekad diri untuk tidak membeli buku lagi sampai semua yang di rumah selesai dibaca.
Apalagi kalau yang sedang didiskon hasil karya pengarang favorit, atau buku tersebut pernah masuk 10 buku terbaik versi The New York Times kapan tahun.
Buku yang terakhir saya beli karena terkena rayuan diskon adalah 'Micro', karangan salah satu penulis favorit saya, Michael Crichton. Sebenarnya ada satu nama lagi yang dinisbahkan sebagai pengarang di novel tersebut: Richard Preston. Seperti Crichton, Preston juga seorang penulis fiksi ilmiah namun sayang belum ada dari karya beliau yang pernah saya baca.
Kekaguman saya pada Crichton sendiri berawal dari Jurassic Park yang saya baca ketika masih SD. Kalau tidak salah Ibu ketika itu membeli beberapa novel berbahasa Inggris dari garage sale tetangga.
Sejak itu saya jadi tertarik berburu karya Crichton yang lain di perpustakaan. Setelah Jurassic Park saya juga melalap the Lost World, Andromeda Strain, Sphere dan Congo.
Perburuan terhenti ketika keluarga kami harus berpindah-pindah beberapa kali, selain itu hidup ngirit ala anak kos di jaman SMA dan kuliah juga merupakan kendala.
Karena itulah ketika beberapa waktu lalu saya melihat Crichton di tumpukan buku-buku yang sedang sale, saya seperti bernostalgia. Diskon-nya tidak seberapa, 10% saja. Membuat harga buku yang tadinya Rp 87,000 jadi Rp 79,000.
'Micro' bercerita tentang petualangan sekelompok mahasiswa PhD yang diundang untuk sebuah 'tur' fasilitas riset mikrobiologi di Hawaii.
Tentu saja something went wrong. Kalau tidak tentu tidak akan ada ceritanya.. Namun yang membuat saya agak kecewa adalah bagaimana simple-nya novel tersebut.
Alur cerita sangat bisa ditebak. Kalau boleh dibilang Micro adalah versi dewasa dari 'Honey, I Shrunk The Kids Sambil Belajar Biologi'.
Jujur, saya mengharapkan hidangan fiksi ilmiah yang bisa membuat saya deg-degan dan berdecak kagum akan logika sang pengarang.
Setengah jalan saya memutuskan untuk membaca Kata Pengantar novel tersebut dan barulah saya mengerti kenapa karya Crichton yang ini terasa hambar dan narasi ilmiah yang diberikan malah terasa seperti sang penulis sedang pamer pengetahuan, bukan untuk memperkaya cerita, serta mengapa ada nama Richard Preston.
Micro diterbitkan November tahun lalu sementara Crichton meninggal akibat penyakit kanker yang dideritanya tahun 2008. Ya, novel ini adalah karya "anumerta" Crichton yang belum selesai dan Preston ditunjuk oleh penerbit untuk menyelesaikannya.
Singkat kata, novel ini saya selesaikan dalam beberapa hari saja, tidak ada kesan yang tertinggal kecuali rasa kecewa karena karya terakhir yang seharusnya bisa jadi legacy sang pengarang favorit tidak mendapat perlakuan yang patut oleh rumah penerbit (yup saya menyalahkan mereka. Preston mungkin sudah berusaha sebisanya, tapi sekali lagi, dia bukan Crichton). Mungkin lebih baik bila penerbit membiarkan karya tersebut apa adanya, bahkan mungkin akan lebih menarik lagi apabila mereka mengadakan lomba terbuka, mengundang fans Crichton, penulis fiksi ilmiah, untuk menyelesaikan novel tersebut. Just my two cents.
Disclaimer: Resensi ini ditulis Mei 2012 namun karena satu dan lain hal baru bisa diselesaikan 7 bulan kemudian :p